LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA DASAR
PERCOBAAN 73T
BUFFER DAN KAPASITAS BUFFER
OLEH
NAMA : SOLEHAN HANS
STAMBUK : DUWEHD
KELOMPOK : 736
ASISTEN : GOOGLE
LABORATORIUM KIMIA DASAR
JURUSAN SUKA DUKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AGAD RAYA
201X
A. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memperkenalkan cara pembuatan buffer dan penetapan pH larutan, serta penentuan kapasitasnya.
B. Landasan Teori
Larutan penyangga adalah larutan yang bersifat mempertahankan pH-nya, jika ditambahkan sedikit asam atau sedikit basa atau diencerkan. Larutan penyangga merupakan campuran asam lemah dengan basa konjugasinya atau campuran basa lemah dengan asam konjugasinya (Utami, 2011).
Kapasitas buffer (buffer capacity) adalah suatu ukuran kemampuan larutan penyangga dalam mempertahankan pH-nya dan tergantung dari konsentrasi komponen-komponen yang ada di larutan tersebut baik secara absolut maupun secara relatif (Riyanto, 2009)
Larutan buffer merupakan campuran dari asam lemah dan basa konjugasinya maupun basa lemah dan asam konjugasinya. Sebagai contoh, campuran dari larutan CH3COOH (asam lemah) dan larutan CH3COONa (basa konjugasi) membentuk larutan buffer asam. Sedangkan salah satu contoh buffer basa yang sering digunakan di laboratorium adalah campuran dari larutan NH3 (basa lemah) dan NH4Cl (asam konjugasi) (Andy, 2009).
Komponen larutan penyangga/buffer terbagi menjadi larutan penyangga yang bersifat asam dan larutan penyangga yang bersifat basa. Larutan penyangga yang bersifat asam mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari asam lemah dan garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya. Adapun cara lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat dimana asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan. Pada umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium, kalium, barium, kalsium, dan lain-lain. Sedangkan larutan penyangga yang bersifat basa larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari basa lemah dan garam, yang garamnya berasal dari asam kuat. Adapun cara lainnya yaitu dengan mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa lemahnya dicampurkan berlebih (Wiro, 2011).
Larutan penyangga/buffer akan bekerja paling baik dalam mengendalikan pH pada harga pH yang hampir sama dengan pKa komponen asam atau basa, yaitu ketika garam sama dengan asam. Ini dapat ditunjukkan dengan menghitung kemampuan penyangga untuk menahan perubahan pH, yang dikenal dengan kapasitas penyangga. Kapasitas penyangga didefinisikan sebagai jumlah mol per liter asam atau basa monobasa kuat yang diperlukan untuk menghasilkan peningkatan atau penurunan satu unit pH didalam larutan (Cairns, 2008).
Besarnya penahanan perubahan pH oleh dapar disebut kapasitas β atau efisiensi dapar, indeks dapar dan nilai dapar. Van Sly-ke 7 memperkenalkan konsep kapasitas dapar dan mendefinisikannya sebagai perbandingan pertambahan basa kuat (atau asam) dengan sedikit perubahan pH yang terjadi karena penambahan basa itu. Rumus untuk menghitung besarnya kapasitas dapar adalah sebagai berikut:
β = ∆B
∆pH
Delta, ∆, seperti biasa berarti perubahan yang terbatas dan ∆B adalah sedikit penambahan basa kuat ke dalam larutan dapar hingga menghasilkan perubahan pH=∆pH. ∆B dinyatakan dalam gram/liter. Dari persamaan diatas diketahui bahwa kapasitas dapar suatu larutan memiliki nilai 1 bila penambahan 1 gram ekuivalen basa kuat (asam) ke dalam 1 liter larutan dapar menghasilkan perubahan sebesar 1 satuan pH (Martin, 1990).
Larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam suatu erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai. Selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi perubahan warna Perubahan ini dapat dihasilkan oleh larutan standarnya sendiri atau karena penambahan suatu zat yang disebut indikator. Titik di mana terjadinya perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi (Sukmariah, 1990).
Larutan indikator dapat dikatakan sebagai suatu asam lemah atau basa lemah yang dapat bertindak seperti dapar dan menghasilkan perubahan warna karena derajat disosiasinya berubah sesuai dengan perubahan pH. Sebagai contoh, metil merah menunjukkan warna alkalinya , kuning, pada pH kira-kira 6 dan warna asamnya merah, pada pH kira-kira 4. Oleh karena itu indikator memberi kemungkinan metode yang sesuai dalam teknik elektrometri untuk menentukan pH larutan (Martin, 1990).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai. Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH. Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis dan larutan standar. Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa (Icha, 2010).
Larutan buffer berkaitan dengan sistem kesetimbangan asam-basa lemah. Dengan demikian, persamaan matematis untuk menentukan pH larutan penyangga dapat diturunkan melalui persamaan reaksi kesetimbangan asam-basa lemah (Andy, 2009).
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam percoban ini adalah sebagai berikut:
1. Buret
2. pH meter
3. Pipet tetes
4. Pipet ukur
5. Filler
6. Gelas kimia
7. Corong
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percoban ini adalah sebagai berikut:
1. Buffer fosfat
2. Buffer asetat dengan kapasitas 0,010, 0,015, dan 0,100
3. Aquades
4. Larutan NaOH
5. Indikator Fenolftalein
6. Tissue
D. Prosedur Kerja
a. Buffer fosfat
Asam fosfat 0,1 M:
- Dimasukkan ke dalam gelas kimia sebanyak 10 ml
- Ukur pH awalnya
- Diteteskan indicator PP sebanyak 1 tetes.
- Dititrasi dengan NaOH sampai dengan terjadi perubahan warna
- Catat perubahan pH yang terjadi
- Dibuat kurva hubungan antara jumlah larutan natrium hidroksida yang ditambahkan dengan pH larutan.
b. Buffer asetat
Buffer asetat pH= 5:
- Dimasukkan buffer asetat pH = 5 dengan kapasitas masing-masing 0,010, 0,0150, dan 0,100.
- Diukur pH awalnya.
- Ditambahkan 1 tetes indicator PP
- Dititrasi dengan NaOH sampai terjadi perubahan warna.
- Catat perubahan pH yang terjadi
- Dibuat kurva hubungan antara jumlah larutan natrium hidroksida yang ditambahkan dengan pH larutan.
E. Hasil Pengamatan
Larutan | Volume NaOH yang digunakan | pH |
0 ml | 2.63 | |
Tetes ke-1 | 2.82 | |
Tetes ke-2 | 2.9 | |
Tetes ke-3 | 3.05 | |
Tetes ke-4 | 3.10 | |
Tetes ke-5 | 3.18 | |
Tetes ke-6 | 3.23 | |
Tetes ke-7 | 3.33 | |
Tetes ke-8 | 3.55 | |
Tetes ke-9 | 3.64 | |
Tetes ke-10 | 3.75 | |
Tetes ke-11 | 3.95 | |
Tetes ke-12 | 4.11 | |
Tetes ke-13 | 4.26 | |
Buffer fosfat 10 ml | Tetes ke-14 | 4.45 |
Tetes ke-15 | 4.63 | |
Tetes ke-16 | 4.93 | |
Tetes ke-17 | 5.17 | |
Tetes ke-18 | 5.30 | |
Tetes ke-19 | 5.42 | |
Tetes ke-20 | 5.55 | |
Tetes ke-21 | 5.99 | |
Tetes ke-22 | 6.11 | |
Tetes ke-23 | 6.34 | |
Tetes ke-24 | 6.57 | |
Tetes ke-25 | 6.48 | |
Tetes ke-26 | 6.53 | |
Tetes ke-27 | 6.64 | |
Tetes ke-28 | 6.75 | |
Tetes ke-29 | 6.86 | |
Tetes ke-30 | 7.09 | |
Tetes ke-31 | 7.12 | |
Tetes ke-32 | 7.12 | |
Tetes ke-33 | 7.13 | |
Tetes ke-34 | 7.30 | |
Tetes ke-35 | 7.34 | |
Tetes ke-36 | 7.48 | |
Tetes ke-37 | 7.55 | |
Tetes ke-38 | 7.61 | |
Tetes ke-39 | 7.75 | |
Tetes ke-40 | 8.28 | |
Tetes ke-41 | 8.88 | |
Tetes ke-42 | 10.21 |
Larutan | Volume NaOH yang digunakan | pH |
0 ml | 5.93 | |
Tetes ke-1 | 5.97 | |
Buffer Asetat | Tetes ke-2 | 6.09 |
β = 0,1 | Tetes ke-3 | 6.20 |
Tetes ke-4 | 6.42 | |
Tetes ke-5 | 7.00 | |
Tetes ke-6 | 11.05 |
Larutan | Volume NaOH yang digunakan | pH |
Buffer Asetat | 0 ml | 7.19 |
β = 0,015 | Tetes ke-1 | 10.83 |
Larutan | Volume NaOH yang digunakan | pH |
Buffer Asetat | 0 ml | 8.20 |
β = 0,01 | Tetes ke-1 | 11.23 |
-
F. Perhitungan
- Mol Na Ac = 1,93 L x 0,1M = 0,193 mol
As. Ac = 0,07 x 0,1 M = 0,007 mol
α = 0, 193 = 0,965
0,2
β = 2,3 . 0,2 . 0,965 (1-0,965)
= 0,46 . 0,0033775
= 0,0150
- Mol Na Ac = 1,96 L x 0,1M = 0,196 mol
As. Ac = 0,004 x 0,1 M = 0,004 mol
α = 0, 196 = 0,98
0,2
β = 2,3 . 0,2 . 0,98 (1-0,98)
= 0,46 . 0,0196
= 0,009
= 0,01
- Mol Na Ac = 1,35 L x 0,1M = 0,135 mol
As. Ac = 0,65 x 0,1 M = 0,065 mol
α = 0, 135 = 0,675
0,2
β = 2,3 . 0,2 . 0,675 (1-0,0675)
= 0,46 . 0,219375
= 0,46.0,219375
= 0,1
G. Pembahasan
Larutan penyangga atau larutan dapar atau buffer adalah larutan yang digunakan untuk mempertahankan nilai pH tertentu agar tidak banyak berubah selama reaksi kimia berlangsung. Sifat yang khas dari larutan penyangga ini adalah pH-nya hanya berubah sedikit dengan pemberian sedikit asam kuat atau basa kuat.
Larutan buffer dapat dibuat dari reaksi campuran antara asam lemah dengan garamnya yang berasal dari asam kuat atau basa lemah dengan garamnya yang berasal dari basa kuat.
Titrasi merupakan suatu prosedur yang bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang dianalisis (ingin diketahui kadarnya). Titrasi yang melibatkan reaksi antara asam dengan basa dikenal dengan istilah titrasi asam basa.
Titrasi asam basa sering disebut juga titrasi netralisasi. Dalam titrasi ini, kita dapat menggunakan larutan standar asam dan larutan standar basa. Pada titrasi, dalam menganalisis sampel yang bersifat basa maka digunakan larutan standar asam, metode ini dikenal dengan asidimetri. Sebaliknya dalam menganalisis sampel yang bersifat asam maka digunakan larutan standar yang bersifat basa dan dikenal dengan alkalimetri. Dan pada praktikum kali ini metode yang digunakan adalah metode alkalimetri, yaitu menggunakan larutan basa sebagai larutan standar.
Pada percobaan kali ini, sampel yang akan dititrasi adalah larutan buffer fosfat serta buffer asetat dengan kapasitas 0.1, 0.015, dan 0.01. Penentuan kapasitas buffer asetat tersebut dapat diperoleh dengan membandingkan pertambahan basa kuat atau asam dengan sedikit perubahan pH yang terjadi. Diketahui bahwa nilai kapasitas buffer asetat untuk campuran antara natrium asetat (NaAc) dan asam asetat (AsAc) dengan masing-masing volume 1.93 L dan 0.07 L serta 0.193 mol dan 0.007 mol adalah 0.015. Sedangkan untuk volume 1.96 L dan 0.04 L serta 0.196 mol dan 0.004 mol kapasitasnya adalah 0.010. Sedangkan untuk volume 1.35 L dan 0.65 L serta 0.135 mol dan 0.065 mol kapasitas volumenya adalah 0.10.
Titrasi larutan buffer awalnya dilakukan dengan mengukur pH awal larutan dengan menggunakan pH meter. Kemudian ditambahkan indikator fenolftalein. Fungsi PP dalam percobaan ini adalah sebagai indikator asam-basa. PP biasa ditambahkan pada proses titrasi untuk mengetahui apakah reaksi sudah mencapai titik ekuivalen atau belum. Dalam praktikum kali ini NaOH digunakan sebagai titran sementara buffer fosfat dan buffer asetat sebagai titrat karena mengingat indikator yang digunakan adalah fenolftalein sehingga ketika PP ditambahkan pada, akan menunjukkan warna bening. Dan ketika pada titik ekivalen, akan terjadi perubahan dari bening menjadi merah muda. Jika dilakukan sebaliknya yaitu buffer fosfat atau buffer asetat yang digunakan sebagai titran dan NaOH sebagai titrat maka akan terjadi perubahan warna dari merah muda ke bening. Pada dasarnya, perubahan warna dari bening ke merah muda lebih mudah diamati daripada perubahan warna dari merah muda ke bening. Dan juga penggunaan buffer bosfat atau buffer asetat sebagai titran kemungkinan besar akan menyebabkan kesalahan titrasi yang besar karena terjadi kelebihan penambahan titran hingga melewati titik ekivalen. Kelebihan titran ini disebabkan karena kesulitan mengamati perubahan warna dari merah muda ke bening.
Cara mentitrasinya yaitu, larutan buffer fosfat ataupun buffer asetat ditambahkan satu tetes NaOH kemudian langsung diukur perubahan pH nya menggunakan pH meter. Langkah-langkah tersebut dilakukan terus menerus hingga terjadi perubahan warna untuk yang pertama kali, yaitu perubahan dari warna bening ke warna merah muda dan kemudian titrasi langsung dihentikan dan NaOH yang berkurang langsung dicatat.
Pada titrasi buffer fosfat, jumlah tetes NaOH yang digunakan adalah 42 tetes NaOH. Awalnya pH buffer fosfat sebesar 2.63 dan setelah dititrasi pHnya berubah menjadi 10.21. Pada larutan buffer asetat dengan β=0.1, pH awalnya yaitu 5.93 dan setelah dititrasi dengan penambahan NaOH sebanyak 6 tetes pHnya berubah menjadi 11.05. Pada larutan buffer asetat β=0.015, pH awalnya yaitu 7.19 dan setelah dititrasi dengan 1 tetes NaOH, titrasi langsung mencapai titik ekuivalen dan pH larutan tersebut berubah menjadi 10.83. Dan pada larutan buffer asetat β=0.01, pH awal sebelum dititrasi adalah 8.20. Pada saat penambahan 1 tetes NaOH, larutan langsung menunjukkan perubahan warna dan pH larutan setelah dititrasi sebesar 11.23.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, perbandingan pemberian NaOH dengan perubahan pH pada larutan buffer adalah berbanding lurus. Yaitu makin banyak tetes NaOH yang ditambahkan pada larutan buffer maka pH larutan buffer juga akan semakin tinggi hingga mencapai titik akhir titrasi yaitu dengan menunjukkan perubahan warna.
H. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
Larutan buffer dapat dibuat dengan dua cara yaitu mencampurkan asam lemah atau basa lemah dengan garamnya atau mencampurkan asam lemah atau basa lemah dengan basa kuat atau asam kuat.
Penetapan pH larutan dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter atau indikator pH. Selain itu, bisa juga dengan menghitung data yang diketahui (didasarkan pada reaksi kesetimbangan ionisasi asam lemah dan basa lemah yang menyusun larutan penyangga).
Penentuan kapasitas buffer dapat diperoleh dengan membandingkan pertambahan basa kuat atau asam dengan sedikit perubahan pH yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Andy, 2009, Larutan Penyangga, http://andykimia03.wordpress.com/2009/11/30/ larutan-penyangga-buffer/, 19/03/2012.
Cairns, Donald, 2008, Intisari Kimia Farmasi Edisi 2, EGC, Jakarta.
Icha, 2010, Standarisasi larutan NaOH dan Penentuan Asam Cuka Perdagangan, http://shochichah.blogspot.com/2010/04/standardisasi-larutan-naoh-dan.html, 23/10/2011.
Martin, Alfred, 1990, Farmasi Fisik, UI Press, Jakarta
Riyanto, Nurdin, 2009, Super Genius Olimpiade Kimia SMA, Pustaka Widyatama, Yogyakarta.
Sukmaria, 1990, Kimia Kedokteran Edisi 2, Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Utami, Sri, 2011, Larutan Buffer, http://skp.unair.ac.id/repository/GuruIndonesia/ LarutanBuffer_SriUtami_9847.pdf, 18/03/2012.
Wiro, 2011, Buffer dan Kapasitas Buffer, http://wiro-pharmacy.blogspot.com/2011/ 03/kuliah-buffer-dan-kapasitas-buffer.html, 16/03/2012.
Post a Comment